Monday 2 September 2013

Filipina dan Kebebasan Berekspresi

Perkembangan teknologi dan informasi saat ini sangatlah tidak bisa djauhkan dari masyarakat, mulai digunakan hanya sekedar untuk komunikasi, mencari informasi, menyebarkan satu kabar ataupun reportase. Masyarakat dengan bebas bereksprei sesuai dengan keinginannya, tapi tidak sebebas-bebasnya dalam arti masih ada batasan-batasan yang berlaku. Kebebasan berekspresi identik dengan kebebasan berbicara yang mengacu pada hak untuk berbicara bebas tanpa adanya batasan tetapi tidak untuk hal-hal yang menyebarkan kebencian. Sedangkan kebebasan informasi mengacu pada hak asasi manusia yang diakui oleh hokum internasional dalam mendapatkan sebuah informasi dengan bebas.

Siapapun bisa mempublikasikan segala hal yang berhubungan dnegan informasi, entah itu berupa ide, opini, ataupun sekedar reportase ke media sosial. Lagi-lagi dengan bantuan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, bermacam-macam informasi bisa kita publikasikan lewat internet. Munkin dulu hanya sebatas radio, televise dan surat kabar, tapi sekarang bisa dengan media sosial yang luas. Mulai dari facebook, twitter,  dan blog. Semua informasi bisa kita publikasikan dengan sesuka hati kita, bisa dengan menggunakan salah satu, bahkan tiga-tiganya juga bisa. Sesuka hati boleh namanya juga bebas berekspresi tapi tetap mengacu pada batasan-batasan yang diberlakukan.

Kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi di negara-negara anggota ASEAN tidak sama. Beberapa negara, termasuk Indonesia, bebas atau longgar dalam hal kebebasan pers dan kebebasan berekspresi bagi para blogger, yang sekarang ini menjadi salah satu alternatif dalam penyebaran informasi atau jurnalis warga. Tetapi ada juga negara yang mengekang kebebasan berekspresi warganegaranya, dan ada negara yang memenjarakan blogger jika tulisannya menentang pemerintahan negaranya. 

link 

Bagaimana dengan Filipina? Apakah Filipina termasuk negara yang longgar dalam kebebasan berekspresi dan informasi bagi para warganegaranya, termasuk blogger atau jurnalis warga?

Meskipun kebebasan berekspresi dan berinformasi di Indonesia sudah tertuang dalam UUD 45, tapi dalam prakteknya tetap saja banyak pengguna sosial media (entah itu pengguna facebook, twitter, pewarta, blogger, dll) yang mengalami tekanan dari hal yang sebenarnya sepele. Misalnya saja pasal pencemaran nama baik, seringkali digunakan oleh mereka yang tidak sepakat dengan informasi yang dilakukan oleh pihak lain entah itu berupa jasa pelayanan, klaim, atau sekedar kritikan dan berujung ke pengadilan.

Jika di Indonesia kebebasan berekspresi dan berinformasi tidak terlalu ketat, berbeda lagi dengan negara Filipina, berkomentar di facebook  aja bisa-bisa langsung dipenjarakan. Undang-Undang Pencegahan Kriminal Siber (Cybercrime Prevention Act) 2012, dan telah ditandatangani oleh presiden Filipina Benigno Aquino III pada12 september lalu. Di undang-undang tersebut dikatakan bahwa seseorang dapat dinyatakan bersalah dan akan mendapatkan denda serta dipenjara karena komentar memfitnah di media sosial, dunia maya, termasuk komentar yang ada di facebook, twitter, atau blog. Sebuah undang-undang yang terkait dengan kriminal di dunia maya tersebut banyak menuai protes dari berbagai kalangan dan kelompok termasuk wartawan karena akan menganggu kebebasan berekspresi dan berinformasi.

Bagi kalangan pewarta warga, pers, jurnalis mungkin akan terasa mematikan pekerjaan mereka, bayangkan saja jika kebebasan dalam berekspresi dan berinformasi benar-benar di perketat. Mereka tidak akan bebas menyampaikan sebuah informasi, opini, ataupun ide. Karena di bayang-bayangi oleh  sebuah undang-undang yang ketat. Termasuk banyaknya berita yang beredar di sosial media yang memberitakan bahwa banyak petugas pers termasuk wartawan Filipina yang dibunuh. Salah satu penyebabnya disuga adanya kebudayaan impunitas, yaitu lambannya penegakan hukum. Yang akhirnya menyebabkan orang-orang yang memiliki potensi melakukan kekerasan tak merasa takut dan jera menghadapi tindakan hukum.

Membaca berita tentang nasib para jurnalis yang di bunuh benar-benar membuat saya ketakutan sendiri, saya rasa masih beruntung di Indonesia karena masih ada batasan-batasan tersendiri berekspresi dan berinformasi melalui media sosial. Tapi, apapun itu kembali lagi ke negara masing-masing. Setiap negara memiliki kebijakan dan aturan masing-masing dalam kebebasan berekspresi dan berinformasi. Dengan adanya kebijakan-kebiajakan yang sudah diatur, selayaknya kita menulis, menginformasikan, mempublikasikan apa yang kita tulis dengan bijak. Karena bebas bukan berarti sebebas dan semau kita, semua ada aturannya, semua ada etikanya.


 
 

Referensi




9 comments:

  1. Undang-undangnya ditangguhkan masa berlakunya oleh mahkamah semingu kemudian.

    ReplyDelete
  2. Ngeri ya mbak.... kita beruntung banget tinggal di Indonesia.

    ReplyDelete
  3. Terima kasih ya sudah mampir di blog Jelajah Jepara Bersama Susindra. :)

    ReplyDelete
  4. Masih bagus kita ya. Masih banyak yang protes pemerintah saat ini tapi masih aman2 saja, gak "dihilangkan" kayak jaman orde baru dulu :)
    Sukses mbak :)

    ReplyDelete
  5. Postingannya keren,, benar-benar rinci banget deh... semoga kita bisa memanfaatkan kebebesan ekspresi ini dengan bijak. ditunggu kunjungan baliknya ya. :-)

    ReplyDelete
  6. setuju.. itu yg penting, bijak & beretika :)

    ReplyDelete