Showing posts with label Poems. Show all posts
Showing posts with label Poems. Show all posts

Tuesday 12 February 2013

Saturday 26 January 2013

(Lagi) Pada Senja

Pada,hari yang beranjak senja
Kau terdiam seribu bahasa
Aku duduk diantara pot bunga 
Tersipu,tanpa malu-malu
 
Sementara,diujung jalan
Dua gadis sedang tertawa riang
Sepertinya mereka terbuai
Oleh lezatnya es krim di tangan mereka

Bukan ku mengadu
Inginku sebar butiran debu yang menempel
Satu persatu
Tapi,nyatanya aku tak mampu

Sayang,
Dari bilik hatiku
Ingin rasanya aku menyihirmu
Perlahan, agar ku mampu tahu isi hatimu
 
***
By : HM Zwan
Kumpulan puisi HM Zwan yang tersimpan rapi di lemari
 

 


Wednesday 23 January 2013

Prompt #1 : G-String Merah


Oh ok. Elu langsung masuk kamar aja dulu ya. Gw masih mandi nih
Mehhh…Dion nyengir. Jaman sekarang. Mandi, hape juga dibawa. Watsapan sambil mandi. Dion terkekeh sendiri. Dia menuju kamar nomor dua di deretan kanan. Dibukanya pintu yang memang tak pernah terkunci, lalu masuk.
Kamar itu tak terlalu luas. Dipenuhi dengan barang-barang praktis. Dion menggelesot di lantai bersandarkan tempat tidur. Tapi tiba-tiba matanya tertarik pada sesuatu yang berwarna merah yang sedikit menyembul keluar dari bawah bantal. Penasaran, karena hampir tak ada baju setahu Dion yang berwarna merah di kamar ini, ditariknya benda berwarna merah itu.
Dion terkesiap. G-String? G-String warna merah?
Heummhhh, pikirnya aneh sambil memainkan kedua matanya berputar. Sambil membolak balik benda merah itu, Dion berhenti memainkan letak kacamatanya yang kurang pas. Setelah pas letak kacamatanya diejanya huruf-huruf yang menempel di bungkus yang berada tepat disebelah benda merah tersebut, G-String…
“G-S-t-r-i-n-g…G-string, opo to iki sakjane???”ujar Dion sambil melihat detail benda aneh tersebut
“Joseee….lama amat mandinya”
“Iyaaa…bentarlah bro, tuh makan aja lumpia di meja”teriak Jose dari dalam kamar mandi
Tanpa basa basi dilihatnya kue lumpia yang berada di meja, satu dua sampai tiga lumpia habis. Ketika mencocol sambal yang ada di meja, tiba-tiba saja sambalnya jatuh di lantai kamar. Spontan Dion mengambil lap yang berada dibelakangnya. Tidak lama kemudian Jose keluar dari kamar mandi dan duduk disamping Dion, diambilnya sisa lumpia yang tinggal satu lagi di piring meja kamar.
“uwaaaa, mantaph kali lumpianya…”ujar Jose
“nih lap ,minyak semua tuh tanganmu…”
“Hahhhh!!!!ini kamu bilang lap????”teriak Jose kaget pada Dion
“Iya, kenapa memang??tadi aku lap sambel lumpia yang jatuh pake itu”jawab Dion dengan nada datar
Dionnnnnn…
kenapa teriak-teriak sih
“itu G-string punya cewekku…”
“yaudah nanti aku belikan, lap makan aja repot. Banyak di toko-toko”
“muke lu jauhhhh, tau nggak G-string itu celana dalem Dionnnn” ucap Jose geram
“Heh???waduh,,kok aneh gitu,kayak sapu tangan bayi”
“Makannya jangan baca buku mulu…”
Dion hanya bisa diam melihat Jose marah-marah, perlahan ia mengambil dan menatap dalam-dalam G-string merah tersebut.
Celana dalam???hiiiiii…..” spontan Dion membuang G-string yang ada di tangannya
***

* FF ini diikutkan dalan Prompt Challenge yang diadakan oleh @Red Carra setiap minggu


Monday 24 December 2012

(flash fiction) Desember


11 Desember 2012
12.43 wib
Dadaku berdetak kencang, entah penyebabnya apa akupun tak tahu. Yang ada hanya suara pintu terbuka. Perlahan aku turun dari ranjang tempat aku berbaring saat ini, dan berjalan menuju ruang tamu. Tak ada siapa-siapa, hanya jejak sandal yang mengotori ruang tamuku. Aku melihat amplop berwarna berwarna biru yang tergletak di meja, apa ini?batinku dalam hati.
12 12 12
Hanya tiga baris dengan angka yang sama, ditulis dengan bolpoin merah besar. Entah siapa yang berani masuk rumahku siang bolong seperti ini. Dirumah ini hanya ada dua kunci pemberian dari bu Meli, warga setempat yang mengontrakkan rumahnya pada kami. Aku bawa satu, satu lagi dibawa oleh suamiku Wingli. Jam segini tidak mungkin Wingli pulang dan tanpa bertemu denganku, aneh.
                Aku dan Wingli menikah hampir 10 tahun, belum dikaruniai anak satupun. Aku tahu Wingli sibuk dengan pekerjaannya, bisa dihitung denga jari. 10 tahun pulang 10 kali saat bulan juli dan hanya satu jam ia berada di rumah,hanya membawa oleh-oleh dari tempat ia berlayar dan langsung berkemas lagi meninggalkanku. Komunikasi antara kamipun tidak lancar, aku hanya bisa diam dan tak mampu berkata. Kata tetangga Wingli sudah menikah lagi, tapi aku tidak serta merta mempercayainya. Aku lebih suka menyendiri di dalam rumah, bukankah menjadi tuli itu lebih berharga dari segalanya?.

17.30 wib
Setelah membereskan dapur, aku berniat untuk membuang sampah yang sudah bau dan hampir membusuk. Tapi langkahku dikagetkan oleh lembaran kertas putih yang berukuran besar, perlahan aku mengambil kerta itu dan membaliknya. Lagi-lagi tulisan angka tiga baris yang sama, 12 12 12. Aku menghela nafas panjang, dengan menjinjing kantong plastik aku keluar dan membuang sampah. Di warung depan segerombolan ibu-ibu sudah memandangku, seolah-olah aku seorang buronan atau bahkan lebih dari itu. Lagi-lagi aku memilih untuk tuli dan buta.

12 Desember 2012
11,40
                Siang ini aku bersiap mengepak seluruh barang milikku, untuk apa aku tinggal di kota Jakarta seorang diri. Bahkan sepertinya dunia sudah menolakku untuk berada di bumi ini, aku lelah. Satu surat perceraian aku masukkan dalam amplop coklat, untuk Wingli. Bukan karena aku masih perawan, aku lelah dengan keadaan ini. Aku ingin pulang memeluk emak di Lamongan, mengajar les dan tanpa satu ikatan.

12.12 wib
                Aku mendengar suara ketukan pintu, sosok yang aku kenal tapi tidak seperti biasanya. Duduk di kursi roda dengan memakai kaos merah hati pemberianku, Wingli. Aku terdiam beberapa menit, tak berapa lama aku mendengar Wingli bersuara.
Sepurane seng akeh yo dek…sepurane seng akeh…        
Ujarnya sambil berlinang air mata, deras sekali batinku dalam hati. Tanpa disuruh, spontan aku bertekuk lutut dan mencium tangan yang dulu lembut kini menjadi kasar. Entah apa yang terjadi dengannya, aku tak tahu. Nomor handphone-nya tidak lagi bisa dihubungi dua tahun ini, dan saat ini Wingli ada di depanku. Duduk di kursi roda, dengan hanya satu tangan tersisa. Aku memeluknya erat-erat…

--Batam,13 desember 2012--
               

Wednesday 19 December 2012

121212

-->
11 Desember 2012
12.43 wib
Dadaku berdetak kencang, entah penyebabnya apa akupun tak tahu. Yang ada hanya suara pintu terbuka. Perlahan aku turun dari ranjang tempat aku berbaring saat ini, dan berjalan menuju ruang tamu. Tak ada siapa-siapa, hanya jejak sandal yang mengotori ruang tamuku. Aku melihat amplop berwarna berwarna biru yang tergletak di meja, apa ini?batinku dalam hati.
12 12 12
Hanya tiga baris dengan angka yang sama, ditulis dengan bolpoin merah besar. Entah siapa yang berani masuk rumahku siang bolong seperti ini. Dirumah ini hanya ada dua kunci pemberian dari bu Meli, warga setempat yang mengontrakkan rumahnya pada kami. Aku bawa satu, satu lagi dibawa oleh suamiku Wingli. Jam segini tidak mungkin Wingli pulang dan tanpa bertemu denganku, aneh.
                Aku dan Wingli menikah hampir 10 tahun, belum dikaruniai anak satupun. Aku tahu Wingli sibuk dengan pekerjaannya, bisa dihitung denga jari. 10 tahun pulang 10 kali saat bulan juli dan hanya satu jam ia berada di rumah,hanya membawa oleh-oleh dari tempat ia berlayar dan langsung berkemas lagi meninggalkanku. Komunikasi antara kamipun tidak lancar, aku hanya bisa diam dan tak mampu berkata. Kata tetangga Wingli sudah menikah lagi, tapi aku tidak serta merta mempercayainya. Aku lebih suka menyendiri di dalam rumah, bukankah menjadi tuli itu lebih berharga dari segalanya?.

17.30 wib
Setelah membereskan dapur, aku berniat untuk membuang sampah yang sudah bau dan hampir membusuk. Tapi langkahku dikagetkan oleh lembaran kertas putih yang berukuran besar, perlahan aku mengambil kerta itu dan membaliknya. Lagi-lagi tulisan angka tiga baris yang sama, 12 12 12. Aku menghela nafas panjang, dengan menjinjing kantong plastik aku keluar dan membuang sampah. Di warung depan segerombolan ibu-ibu sudah memandangku, seolah-olah aku seorang buronan atau bahkan lebih dari itu. Lagi-lagi aku memilih untuk tuli dan buta.

12 Desember 2012
11,40
                Siang ini aku bersiap mengepak seluruh barang milikku, untuk apa aku tinggal di kota Jakarta seorang diri. Bahkan sepertinya dunia sudah menolakku untuk berada di bumi ini, aku lelah. Satu surat perceraian aku masukkan dalam amplop coklat, untuk Wingli. Bukan karena aku masih perawan, aku lelah dengan keadaan ini. Aku ingin pulang memeluk emak di Lamongan, mengajar les dan tanpa satu ikatan.

12.12 wib
                Aku mendengar suara ketukan pintu, sosok yang aku kenal tapi tidak seperti biasanya. Duduk di kursi roda dengan memakai kaos merah hati pemberianku, Wingli. Aku terdiam beberapa menit, tak berapa lama aku mendengar Wingli bersuara.
Sepurane seng akeh yo dek…sepurane seng akeh…        
Ujarnya sambil berlinang air mata, deras sekali batinku dalam hati. Tanpa disuruh, spontan aku bertekuk lutut dan mencium tangan yang dulu lembut kini menjadi kasar. Entah apa yang terjadi dengannya, aku tak tahu. Nomor handphone-nya tidak lagi bisa dihubungi dua tahun ini, dan saat ini Wingli ada di depanku. Duduk di kursi roda, dengan hanya satu tangan tersisa. Aku memeluknya erat-erat…

--Batam,13 desember 2012--